Pen4blogku
– Banyak
orang memilih untuk mengadu nasib ke
kota besar. Namun tidak semua impian bisa mudah diraih di kota besar, seperti
halnya Beijing. Di ibu kota China ini kehidupan masyarakatnya begitu padat
dengan berbagai gemerlap yang ada di kota.
Namun pada kenyataannya, ada juga kehidupan miris di balik semua itu. Ada banyak orang terpinggirkan yang hidup di bawah tanah kota tersebut. Mereka adalah Shuzu (suku tikus) yang merupakan pekerja imigran berpenghasilan rendah atau mahasiswa yang berusaha hidup dan mengubah nasib di tengah kerasnya kota Beijing.
Mengenal Suku
Tikus “Shuzu” Penghuni Ruang Bawah Tanah Kota Beijing
Para penghuni
bawah tanah inilah yang disebut Shuzu atau ‘suku tikus’. Orang ini merupakan
kaum berpenghasilan rendah yang terpaksa tinggal di hunian murah. Mengingat di
Beijing hunian seperti kontrakan dan apartemen yang berdiri di atas tanah
harganya terus merangkak naik.
Menariknya,
awalnya keberadaan para Shuzu ini tidak diketahui oleh penghuni di atasnya.
Namun para penghuni apartemen mewah di kompleks Julong Gardens makin curiga dengan
banyaknya wajah-wajah tak dikenal lalu-lalang di sekitar kediaman mereka.
Sampai pada akhirnya
para ekspatriat kaya yang tinggal di kompleks mewah kawasan timur laut Beijing
mengetahui bahwa ada kamar-kamar tanpa jendela di balik salah satu pintu di
ruang bawah tanah salah satu menara apartemen.
Meski
tersembunyi di bawah tanah, ada banyak kamar dikontrakkan dan dihuni oleh mereka
para Shuzu. Kamar-kamar kontrakan bawah tanah ini jelas saja tak layak huni,
bahkan setiap kamar tanpa jendela.
Meski tak layak
digunakan, kenyataannya banyak yang tinggal di sana. Bahkan diperkirakan ada
sekitar satu juta orang tinggal di kamar-kamar bawah tanah kota Beijing
tersebut.
Bahkan cerita
terkait suku tikus Shuzu yang ada di Beijing ini pernah dibukukan oleh Patrick
Saint-Paul dengan judul "The Rat
People: A Journey through Beijing’s Forbidden Underground".
Dalam buku tersebut,
Saint-Paul memperkirakan dari 1,4 miliar populasi penduduk China, ada sekitar
40 persennya terdapat suku tikus Shuzu yang mendiami ruang bawah tanah Beijing.
Angka ini tentu
mencengangkan, bertolak belakang jauh dari penghuni kompleks mewah di atasnya
yang hanya dihuni sekitar 400 orang saja. Lantas, apa yang menyebabkan kamar
bawah tanah tersebut banyak dipilih oleh suku tikus ini?
Menurut lansiran
BBC Indonesia,
hunian bawah tanah dipilih oleh para buruh, imigran, atau mahasiswa lantaran
jauh lebih murah dengan biaya sewa kisaran US$20 atau Rp283.000 per bulan jika
dikurskan rupiah saat ini. Sementara sewa apartemen di Beijing rata-rata bisa
mencapai 4.550 RMB atau Rp8,8 juta, naik 60% dari 2010.
Melihat fakta
tersebut, sudah pasti bagi mereka yang tengah mengadu nasib di kota Beijing
akan berupaya keras untuk bisa bertahan hidup dengan kondisi finansial minim,
bukan? Tak hanya soal biaya hidup tinggi, kenyataannya harga sewa hunian di ibu
kota China tersebut begitu melambung.
Suku Tikus “Shuzu”
di Ruang Bawah Tanah Beijing Ilegal
Keberadaan suku
tikus Shuzu ini sebenarnya ilegal di China. Bahkan pemerintah China sudah membuat
larangan terkait hal itu. Pemerintah memutuskan bila ruang bawah tanah atau
bekas bunker dan sejenisnya tidak boleh disewakan.
Pada tahun 2012
pemerintah Beijing sudah mengeluarkan larangan tinggal di bawah tanah dengan
alasan keamanan semisal risiko banjir dan kebakaran. Namun kabarnya, alasan
lain pelarangan suku tikus Shuzu di bawah tanah ini bertentangan dengan citra
Beijing sebagai kota modern.
Mengutip dari Kumparan,
perwakilan dari Pertahanan Sipil Kota
Beijing, Xu Jinbao juga pernah memberikan bantahan terkait pemberian izin
tinggal di bawah tanah.
“Kami tidak
pernah mengizinkan penggunaan tempat tinggal bunker-bunker di bawah tanah. Tapi
seiring berjalannya waktu Beijing menjadi begitu padat sehingga orang mulai
berdesakan di bawah tanah," kata office director Kantor Pertahanan Sipil
Kota Beijing, Xu Jinbao.
Menurut
keterangan dari Radio Nasional China, tempat bawah tanah tersebut adalah milik
pemerintah daerah. Namun pada kenyataannya bunker yang sudah disekat-sekat
menjadi ruang-ruang seperti kamar, dapur, dan ruang khusus merokok tersebut
masih saja disewakan. Justru aparatlah yang dulu memberikan izin dan mendorong
penggunaan ruang bawah tanah tersebut sebagai hunian.
Akan tetapi, tahun
2015 aparat pemerintah China melakukan razia besar-besaran terhadap Shuzu.
Lebih dari 120 ribu suku tikus Shuzu yang digusur dari ruang bawah tanah.
Keberadaannya di
bawah tanah kota Beijing disebut ilegal dan pernah digusur, lantas sejak kapan
suku tikus Shuzu mendiami ruang-ruang bawah tanah kota Beijing? Bagaimana mereka
bisa tinggal di sana?
Asal Mula Suku
Tikus “Shuzu” di Ruang Bawah Tanah Beijing
Pada akhir tahun
1950-an, hubungan Republik Rakyat China (RRC) dan uni Soviet kala itu memanas. Perbedaan
pandangan politik dari dua negara komunis inilah yang jadi pemicu konflik besar.
Bahkan siap untuk lakukan perang nuklir.
Diperkirakan oleh
Mao Zedong yang menjadi pemimpin RRC kala itu, puncak ketegangan dengan Uni
Soviet tahun 1969 silam. Hingga akhirnya ia memerintahkan rakyat untuk menggali
terowongan bawah tumah sebagai tempat berlindung sebagai antisipasi jika Uni
Soviet benar-benar menjatuhkan bom atom.
Menurut laporan,
tahun 1970 akhir, di 75 kota besar RRC termasuk Beijing telah menggali lubang
bawah tanah. Bahkan keseluruhan ruang bawah tanah tersebut dapat menampung
hingga 60 % dari populasi rakyat China saat itu. Bahkan Beijing telah membangun
terowongan hingga 30 kilometer dan menghubungkan kehidupan 8 juta rakyat di
bawah tanah.
Namun apa yang
terjadi? Terowongan bawah tanah yang mereka bangun di masa itu sia-sia. Pasalnya
terjadi perpecahan di Uni Soviet tahun 1960-an sehingga serangan ke China pun
batal terjadi.
Uniknya, para
penduduk yang sudah terlanjur nyaman tinggal di bawah tanah pun enggan untuk
pindah dari sana. Ada banyak alasan mengapa enggan meninggalkan bunker
tersebut.
Menurut mereka
tinggal di bawah tanah lebih nyaman lantaran jauh dari kebisingan kota. Tak hanya
itu, tinggal di bawah tanah terasa lebih hangat saat musim dingin dan sejuk
ketika musim panas.
Jika penduduk
yang merasa nyaman tinggal di bawah tanah, sebaliknya pemerintah memerintahkan
bunker tersebut dialihfungsikan dan menjadikannya sebagai peninggalan sejarah.
Kantor Pertahanan
Sipil memerintahkan masyarakat untuk menjadikan
bunker sebagai pabrik, gudang, arena sepatu roda, atau hal lain dengan tujuan
komersil. Namun bukan untuk hunian. Area bekas terowongan inilah yang kemudian
disebut Dixia Cheng (Underground City).
Banyak Imigran Jadi Suku Tikus “Shuzu” di
Bawah Tanah Kota Beijing
Melansir CNN,
profesor di Universitas of Southern California bernama Annete Kim dalam penelitiannya
telah mempelajari 7.000 iklan sewa online
untuk memetakan kota bawah tanah di Beijing.
Selama melakukan penelitian, jumlah iklan sewa ruang bawah tanah mengalami
peningkatan pada tahun 2013.
Alternatif hunian
dengan biaya rendah sebenarnya bisa dengan tinggal di desa atau pinggiran kota
Beijing. Akan tetapi banyak yang lebih suka tinggal di kota Beijing
meski hanya tinggal di bawah tanah. Apa yang jadi alasan mereka yang disebut
suku tikus Shuzu tinggal di sana?
Menurut mereka,
dengan tinggal di bawah tanah akan memudahkan bepergian ke kota dibandingkan tinggal
di pinggiran kota. Bahkan ide perumahan bawah tanah muncul usai populasi di
Beijing meledak tahun 2013, termasuk dengan adanya jumlah pendatang yang
meningkat dan perumahan murah saat itu.
Bahkan saat itu
muncul kebijakan bagi para imigran. Mereka tidak diizinkan untuk tinggal di
perkotaan, mengajukan permohonan untuk rumah murah, sekolah lokal, atau bentuk kesejahteraan
lain. Dari kebijakan yang tidak memungkinkan mereka untuk tinggal di Beijing, alhasil
imigran pun terpaksa memilih tinggal di bawah tanah.
"Tentu
saja, tidak ada yang lebih suka tinggal di bawah tanah, tetapi ada preferensi
yang kuat untuk lokasi," kata Annette Kim.
Maka tidak
mengherankan bila para suku tikus Shuzu yang tinggal di bawah tanah kota
Beijing juga banyak dari para imigran. Bahkan, dengan kondisi yang
memprihatinkan tersebut, para imigran banyak yang memutuskan untuk menunda atau
tidak memberitahu keluarga mereka terkait kondisi mereka di ibu kota China.
0 Komentar
Silakan share artikel Pen4blogku jika bermanfaat. Terimakasih atas kunjungan dan komentar bijak Anda.